Tuesday, August 19, 2014

<• SIAPA SAJA YANG DIDOAKAN OLEH MALAIKAT? •>

1. Orang yang TIDUR dalam keadaan berSUCI.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa “Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci”. (Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abdullah bin Umar rodhiAlloohu anhuma,  ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/37) 

2. Orang yang sedang duduk MENUNGGU WAKTU SHOLAT.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia’”(Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah rodhiAlloohu anhu, Shahih Muslim no. 469) 

3. Orang – orang yang berada di SHAF barisan DEPAN di dalam shalat berjamaah.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang – orang) yang berada pada shaf – shaf terdepan”(Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra’ bin ‘Azib rodhiAlloohu anhu, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud I/130) 

4. Orang – orang yang MENYAMBUNG SHAF pada sholat berjamaah(tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf).

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang – orang yang menyambung shaf – shaf” (Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah rodhiAlloohu anha, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272) 

5. Para malaikat mengucapkan ‘AMIN’ ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Jika seorang Imam membaca ‘ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh dhaalinn’, maka ucapkanlah oleh kalian ‘aamiin’, karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu” (Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah rodhiAlloohu anhu, Shahih Bukhari no. 782) 

6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Para malaikat akan selalu bershalawat kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, ‘Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia” (Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits ini) 

7. Orang – orang yang melakukan shalat SHUBUH dan ‘ASHAR secara BERJAMA’AH.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat ( yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat ‘ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat ‘ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?’, mereka menjawab, ‘Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat” (Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah rodhiAlloohu anhu, Al Musnad no. 9140, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir) 

8. Orang yang menDO’A-KAN saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata ‘aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan’” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda’ rodhiAlloohu anha, Shahih Muslim no. 2733) 

9. Orang – orang yang berINFAK.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak’. Dan lainnya berkata, ‘Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit’” (Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah rodhiAlloohu anhu, Shahih Bukhari no. 1442 dan Shahih Muslim no. 1010) 

10. Orang yang sedang makan SAHUR.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang – orang yang sedang makan sahur”(Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, meriwayaatkan dari Abdullah bin Umar rodhiAlloohu anhu, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhiib wat Tarhiib I/519) 

11. Orang yang sedang MENJENGUK orang SAKIT.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh”(Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib rodhiAlloohu anhu, Al Musnad no. 754, Syaikh Ahmad Syakir berkomentar, “Sanadnya shahih”) 

12. Seseorang yang sedang MENGAJARKAN KEBAIKAN kepada orang lain.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain” (Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily ra., dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahih At Tirmidzi II/343)

KLIK:
http://klikuk.com/siapa-saja-yang-didoakan-oleh-malaikat/

Apa arti kata 'abd (hamba)?

Soal-003

Soal:
Apa arti kata 'abd (hamba)?

Jawab:
Kata 'abd bila dimaksud adalah mu'abbad, artinya adalah yang dihinakan dan dikuasai. Dengan arti demikian, kata hamba tadi berlaku untuk seluruh makhluk di alam Makrokosmos dan Mikrokosmos, makhluk yang berakal atau tidak berakal, basah ataupun kering, aktif atau pasif, yang tampak maupun yang tersembunyi, mukmin maupun kafir, yang shalih maupun yang fasik, serta segala makhluk lainnya.

Semua yang ada adalah makhluk ciptaan Allaah Subhaanahu wa Ta'aala, hamba Allaah, dikuasai Allaah dengan kekuasaanNya, diatur dengan pengaturanNya. Masing-masing dari hamba memiliki ciri khas yang menjadi tandanya, memiliki batas-batas yang menjadi puncak eksistensinya. Masing-masing berputar sesuai dengan orbitnya, tidak akan melewatinya seujung rambutpun.

وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ۚ ذَٰلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ

dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (Yaasin [36]: 38)

Semua itu dibawah aturan yang adil dan bijaksana.

Kalau yang dimaksud dengan kata 'abd adalah aabid atau ahli ibadah yang mencintai Allaah dan tunduk kepadaNya, maka kriteria itu khusus diberikan kepada kaum mukminin yang merupakan hamba-hamba Allaah yang dimuliakan, wali-wali Allaah yang bertakwa, yang tidak akan diselimuti rasa takut dan tidak akan dirundung kesedihan.

[Buku Pintar Aqidah Ahlussunnah. Syaikh Al-Allamah Hafizh bin Ahmad bin Al-Hikami. Pustaka At-Tibyan. Halaman 24-25]

Apa tujuan dari diciptakannya para makhluk oleh Allaah?

Soal-002

Soal:
Apa tujuan dari diciptakannya para makhluk oleh Allaah?

Jawab:
Allaah berfirman:

وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ

Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main.

مَا خَلَقْنَاهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.

(Ad-Dukhaan: 38-39)

Allaah berfirman:

وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلًا ۚ ذَٰلِكَ ظَنُّ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ كَفَرُوا مِنَ النَّارِ

Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. (Shaad: 27)

Allaah berfirman:

وَخَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِالْحَقِّ وَلِتُجْزَىٰ كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ

Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan agar dibalasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan. (Al-Jaatsiyah: 22)

Allaah berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Adz-Dzaariyyat: 56)

[Buku Pintar Aqidah Ahlussunnah. Syaikh Al-Allamah Hafizh bin Ahmad bin Al-Hikami. Pustaka At-Tibyan. Halaman 23-24]

Apa kewajiban pertama bagi seorang hamba?

Soal-001

Soal :
Apa kewajiban pertama bagi seorang hamba?

Jawab:
Kewajiban pertama bagi seorang hamba adalah mengetahui tujuan dia diciptakan Allaah, perjanjian yang telah Allaah ikatkan pada dirinya, tujuan diutusnya para rasul kepada umat manusia, tujuan diturunkannya kitab-kitab suci kepada mereka, tujuan diciptakannya dunia dan akhirat, jannah dan naar. Karena tujuan itulah, kiamat ditegakkan. Karena tujuan itulah mizan atau timbangan ditegakkan, catatan amal perbuatan para hamba berterbangan. Karena tujuan itulah, muncul kebahagiaan dan kesengsaraan, sesuai dengan cahaya yang diberikan oleh Allaah kepada masing-masing hamba.

Firman Allaah:

أَوْ كَظُلُمَاتٍ فِي بَحْرٍ لُجِّيٍّ يَغْشَاهُ مَوْجٌ مِنْ فَوْقِهِ مَوْجٌ مِنْ فَوْقِهِ سَحَابٌ ۚ ظُلُمَاتٌ بَعْضُهَا فَوْقَ بَعْضٍ إِذَا أَخْرَجَ يَدَهُ لَمْ يَكَدْ يَرَاهَا ۗ وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُورًا فَمَا لَهُ مِنْ نُورٍ

Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun. (An-Nuur: 40)

[Buku Pintar Aqidah Ahlussunnah. Syaikh Al-Allamah Hafizh bin Ahmad bin Al-Hikami. Pustaka At-Tibyan. Halaman 23]

Sunday, February 16, 2014

#MEMAHAMI TAKDIR ILAHI#

Beriman kepada takdir ada empat tingkatan:

1. Beriman kepada ilmu Allah yang ajali sebelum segala sesuatu itu ada

>> Diantaranya seseorang harus beriman bahwa amal perbuatannya telah diketahui (diilmui) oleh Allah sebelum dia melakukannya.

2. Mengimani bahwa Allah telah menulis takdir di Lauhul Mahfuzh.

Dalil untuk tingkatan 1 dan 2 adalah:

“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al Hajj [22]: 70)

3. Mengimani masyi’ah (kehendak Allah)

>> bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah karena kehendak-Nya.

Dalilnya adalah:

"Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. At Takwir [81]: 29)

4. Mengimani bahwa Allah telah menciptakan segala sesuatu.

>> Allah adalah Pencipta satu-satunya dan selain-Nya adalah makhluk termasuk juga amalan manusia.

Dalilnya adalah:

"Allah menciptakan kamu dan apa saja yang kamu perbuat.” (QS. Ash-Shaffaat [37]: 96).

Pada ayat Wa ma ta’malun (dan apa saja yang kamu perbuat) menunjukkan bahwa perbuatan manusia adalah ciptaan Allah.
----------

Takdir itu ada 2 macam:

1. Takdir umum mencakup segala yang ada.

>> Takdir ini dicatat di Lauhul Mahfuzh.

>> Dan Allah telah mencatat takdir segala sesuatu hingga hari kiamat.

>> Takdir ini umum bagi seluruh makhluk.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya yang pertama kali diciptakan Allah adalah qalam (pena). Allah berfirman kepada qalam tersebut, “Tulislah”. Kemudian qalam berkata, “Wahai Rabbku, apa yang akan aku tulis?” Allah berfirman, “Tulislah takdir segala sesuatu yang terjadi hingga hari kiamat.” (HR. Abu Daud. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud).

2. Takdir yang merupakan rincian dari takdir yang umum.

Takdir ini terdiri dari:

a. Takdir ‘Umri yaitu takdir sebagaimana terdapat pada hadits Ibnu Mas’ud, di mana janin yang sudah ditiupkan ruh di dalam rahim ibunya akan ditetapkan mengenai 4 hal:

• rizki
• ajal
• amal
• sengsara atau berbahagia.

b. Takdir Tahunan yaitu takdir yang ditetapkan pada malam lailatul qadar mengenai kejadian dalam setahun.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan [44]: 4).

Ibnu Abbas mengatakan, “Pada malam lailatul qadar, ditulis pada ummul kitab segala kebaikan, keburukan, rizki dan ajal yang terjadi dalam setahun.” (Lihat Ma’alimut
Tanzil , Tafsir Al Baghowi)

Seorang muslim harus beriman dengan takdir yang umum dan terperinci ini. Barangsiapa yang mengingkari sedikit saja dari keduanya, maka dia tidak beriman kepada takdir. Dan berarti dia telah mengingkari salah satu rukun iman yang wajib diimani.
----------

Keyakinan yang salah dalam mengimani takdir:

1. Mengingkari takdir

Dikenal dengan Qodariyyah, dimana terdiri dari dua kelompok:

a. Kelompok pertama (paling ekstrem)

>> Mereka mengingkari ilmu Allah terhadap segala sesuatu dan mengingkari pula apa yang telah Allah tulis di Lauhul Mahfuzh.

>> Mereka mengatakan bahwa Allah memerintah dan melarang, namun Allah tidak mengetahui siapa yang taat dan berbuat maksiat. Perkara ini baru saja diketahui, tidak didahului oleh ilmu Allah dan takdirnya.

Namun kelompok seperti ini sudah musnah dan tidak ada lagi.

b. Kelompok kedua.

Inilah madzhab mu’tazilah.

>> Mereka menetapkan ilmu Allah, namun meniadakan masuknya perbuatan
hamba pada takdir Allah.

>> Mereka menganggap bahwa perbuatan hamba adalah makhluk yang
berdiri sendiri, Allah tidak menciptakannya dan tidak pula menghendakinya.

2. Terlalu berlebihan dalam menetapkannya

Kelompok ini dikenal dengan Jabariyyah.

>> Mereka mengatakan bahwasanya hamba itu dipaksa untuk menuruti takdir, sehingga hamba seolah-olah dipaksa tanpa mempunyai kemampuan dan ikhtiyar (usaha) sama sekali.

Diantara dalil yang membantah keyakinan yang salah dari dua kelompok ini (qadariyyah dan jabariyyah) adalah:

"(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. At Takwir [81]: 28-29).

• Pada ayat,

“(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus”

merupakan bantahan untuk jabariyyah karena pada ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak (pilihan) bagi hamba. Jadi manusia tidaklah dipaksa dan mereka berkehendak sendiri.

• Pada ayat,

“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam”

merupakan bantahan untuk qodariyyah yang mengatakan bahwa kehendak manusia itu berdiri sendiri dan diciptakan oleh dirinya sendiri tanpa tergantung pada kehendak Allah. Ini perkataan yang salah karena pada ayat tersebut, Allah mengaitkan kehendak hamba dengan kehendak-Nya.
----------

Keyakinan yang benar dalam mengimani takdir:

>> Semua bentuk ketaatan, maksiat, kekufuran dan kerusakan terjadi dengan ketetapan Allah karena tidak ada pencipta selain Dia.

>> Semua perbuatan hamba yang baik maupun yang buruk adalah termasuk makhluk Allah.

>> Hamba tidaklah dipaksa dalam setiap yang dia kerjakan, bahkan hambalah yang memilih untuk melakukannya.

As Safariny mengatakan, “Kesimpulannya bahwa mazhab ulama-ulama terdahulu (salaf) dan Ahlus Sunnah yang hakiki adalah meyakini bahwa Allah menciptakan kemampuan, kehendak, dan perbuatan hamba. Dan hambalah yang menjadi pelaku perbuatan yang dia lakukan secara hakiki. Dan Allah menjadikan hamba sebagai pelakunya, sebagaimana firman-Nya (yang artinya), “Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah” (QS. At Takwir [81]: 29). Maka dalam ayat ini Allah menetapkan kehendak hamba dan Allah mengabarkan bahwa kehendak hamba ini tidak terjadi kecuali dengan kehendak-Nya. Inilah dalil yang tegas yang dipilih oleh Ahlus Sunnah.”
----------

Sebagian orang ada yang salah paham dalam memahami takdir. Mereka menyangka bahwa seseorang yang mengimani takdir itu hanya pasrah tanpa melakukan sebab sama sekali.

>> Contohnya adalah seseorang yang meninggalkan istrinya berhari-hari untuk berdakwah keluar kota. Kemudian dia tidak meninggalkan sedikit pun harta untuk kehidupan istri dan anaknya. Lalu dia mengatakan, “Saya pasrah, biarkan Allah yang akan memberi rizki pada mereka”.

Sungguh ini adalah suatu kesalahan dalam memahami takdir.

Ingatlah bahwa Allah memerintahkan kita untuk mengimani takdir-Nya, disamping itu Allah juga memerintahkan kita untuk mengambil sebab dan melarang kita bermalas-malasan.

Apabila kita telah mengambil sebab, namun kita mendapatkan hasil yang sebaliknya, maka kita tidak boleh berputus asa dan bersedih karena hal ini sudah menjadi takdir dan ketentuan Allah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersemangatlah dalam hal yang bermanfaat bagimu. Dan minta tolonglah pada Allah dan janganlah malas. Apabila kamu tertimpa sesuatu, janganlah kamu berkata: "Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini atau begitu", tetapi katakanlah: "Qodarollahu wa maa sya’a fa’al" (Ini telah ditakdirkan oleh Allah dan Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya) karena ucapan "seandainya" akan membuka (pintu) setan." (HR. Muslim)
----------

Buah Beriman Kepada Takdir

Diantaranya:

•> Hati menjadi tenang dan tidak pernah risau dalam menjalani hidup ini.

Seseorang yang mengetahui bahwa musibah itu adalah takdir Allah, maka dia yakin bahwa hal itu pasti terjadi dan tidak mungkin seseorang pun lari darinya.

Dari Ubadah bin Shomit, beliau pernah mengatakan pada anaknya, “Engkau tidak dikatakan beriman kepada Allah hingga engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk dan engkau harus mengetahui bahwa apa saja yang akan menimpamu tidak akan luput darimu dan apa saja yang luput darimu tidak akan menimpamu. Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Takdir itu demikian. Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak beriman seperti ini, maka dia akan masuk neraka.” (Shohih. Lihat Silsilah Ash Shohihah no. 2439)
----------

Ya Allah, kami meminta kepada-Mu surga serta perkataan dan amalan yang mendekatkan kami kepadanya. Dan kami berlindung kepada-Mu dari neraka serta perkataan dan amalan yang dapat mengantarkan kami kepadanya. Ya Allah, kami memohon kepada-Mu, jadikanlah semua takdir yang Engkau tetapkan bagi kami adalah baik. Amin Ya Mujibbad Da’awat .

sumber:
http://muslim.or.id/aqidah/memahami-takdir-ilahi.html

Sunday, February 2, 2014

ucapan terima kasih dan maaf

-Belajar Bahasa Arab-
Abu Faiz

'IBAAROT ASY-SYUKR WA AL-I'TIDZAAR

( Ungkapan-ungkapan terima kasih dan maaf )

شكرا » عفوا
Syukron » 'Afwan
(Terima kasih » Kembali)

أشكرك كثيرا » لا شكرا على واجب
Asykuruka katsiiron » Laa syukro 'alaa waajib
(Terima kasih banyak » Kembali, sudah seharusnya)

جزاك الله خيرا كثيرا
Jazaakallahu khoiron katsiiron!
(Semoga Allah membalasmu dg kebaikan yg banyak)

شكر الله سعيك
Syakarollahu sa'yak!
(Semoga Allah membalasmu)

شكرا لك
Syukron laka!
(Thank you)

شكرا كثيرا
Syukron katsiiron!
(Tengkiyu abiz deh)

شكرا جزيلا
Syukron jaziilan!
(Makachi bangeet :)

أنا شاكر لك جدا
Ana syaakirun laka jiddan.
(Saya sangat berterima kasih kepada anda)

أنا مدين لك بالشكر
Ana madiinun laka bisy syukr!
(Saya sangat berhutang budi kepada anda)

شكرا على مساعدتك
Syukron 'alaa musaa'adatik!
(Terima kasih atas bantuan anda)

شكرا على حسن اهتمامك
Syukron 'alaa Husni ihtimaamik!
(Terima kasih atas perhatian anda)

شكرا على حسن أخلاقك
Syukron 'alaa Husni akhlaaqik!
(Terima kasih atas kebaikan anda)

عفوا يا أخي » لا شيئ
Afwan yaa akhiy » Laa syai‘
(Sori Bro »  Gak apa-apa :)

العفو منكم    »   لا بأس عليك
Al-'afwu minkum  »    Laa ba‘sa 'alaik
(Maafin yach »     Oh gak pa-pa)

معذرة
Ma'dzirotan!
Maaf permisi/mengganggu

إني آسف
Innii aasif.
Bener-bener sori deh

أنا آسف
Ana Aasif » Ma'af yah

Baarokallahu fiykum ;)

Saturday, February 1, 2014

Kapan Waktunya Menggerakkan Jari Telunjuk Ketika Tasyahud?

Tanya:

Bismillaah, 

Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakaatuh,

Kaifa haaluk ya Ustadz ? Ana ada pertanyaan seputar masalah fiqh dalam sholat, mohon penjelasannya:

Penjelasan tentang menggerakkan jari telunjuk ketika tasyahud?

Mohon penjelasan & beserta pendapat yang rajih. Semoga bisa menambah khazanah/referensi seputar permasalahan fiqih.

Wassalamu’alaikum. Jazaakallaahu khairan katsiro.
(Abu ‘Abdillah)

Jawab:

Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu.

Alhamdulillah khair.

Disunnahkan menggerakkan jari telunjuk ketika tasyahhud pada saat berdoa, karena datang di dalam hadits Wa’il bin Hujr radhiyallahu ‘anhu:

أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ أُصْبُعَهُ فَرَأَيْته يُحَرِّكُهَا يَدْعُو بِهَا

“Bahwasanya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat jari beliau, maka aku melihat beliau menggerakkannya, seraya berdoa dengannya.”(HR. Abu Dawud, An-Nasa’I, Ahmad dan dishahihkan Syeikh Al-Albany dalam Al-Irwa’ no: 367))

Ini menunjukkan bahwasanya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menggerakkan jari telunjuk beliau ketika berdoa saja bukan dari awal tasyahhud, dan gerakan yang dimaksud di sini adalah gerakan yang ringan.

Berkata Syeikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu:

السنة للمصلي حال التشهد أن يقبض أصابعه كلها أعني أصابع اليمنى ويشير بالسبابة ويحركها عند الدعاء تحريكا خفيفا إشارة للتوحيد وإن شاء قبض الخنصر والبنصر وحلق الإبهام مع الوسطى وأشار بالسبابة كلتا الصفتين صحتا عن النبي صلى الله عليه وسلم

“Yang sesuai dengan sunnah bagi orang yang shalat ketika tasyahhud adalah menggenggam semua jari kanannya dan memberi isyarat dengan jari telunjuknya dan menggerakkannya ketika berdoa dengan gerakan yang ringan sebagai isyarat kepada tauhid, dan kalau dia mau maka bisa menggenggamkan jari kecil dan jari manis kemudian membuat lingkaran antara jempol dengan jari tengah, dan memberi isyarat dengan jari telunjuk, kedua cara ini telah shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam” (Maj’mu Fatawa Syeikh Bin Baz 11/185)

Berkata Syeikh Abdul Muhsin Al-Abbad:

لا أعلم شيئاً يدل على أن الإنسان يحركها باستمرار، وإنما يحركها ويدعو بها، أي: عندما يأتي الدعاء: اللهم.. اللهم.. يحركها.

“Saya tidak tahu dalil yang menunjukkan bahwa seseorang menggerakkan jari telunjuk secara terus menerus, akan tetapi menggerakannya dan berdoa dengannya, yaitu: ketika melewati doa (Allahumma…Allahumma) menggerakkannya” (Jawaban dari pertanyaan yang diajukan kepada beliau ketika mensyarh Sunan Abi Dawud, setelah Bab fil Hadab dari Kitab Al-Libas)

Adapun isyarat dengan jari dan mengangkatnya serta mengarahkannya ke arah qiblat, maka pendapat yang kuat ini dilakukan dari awal tasyahhud karena dhahir hadist-hadist menunjukkan demikian.

Diantara hadist yang menunjukkan disyari’atkannya isyarat dari awal tasyahhud adalah hadist Abdullah bin Az-Zubair radhiyallahu ‘anhuma:

… وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ

“Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangan kiri di atas lutut kiri dan tangan kanan di atas paha kanan, dan memberi isyarat dengan jari telunjuknya.” (HR. Muslim)

Dari Nafi’ beliau berkata:

كَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ إِذَا جَلَسَ فِى الصَّلاَةِ وَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ وَأَتْبَعَهَا بَصَرَهُ ثُمَّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَهِىَ أَشَدُّ عَلَى الشَّيْطَانِ مِنَ الْحَدِيدِ ». يَعْنِى السَّبَّابَةَ

“Abdullah bin ‘Umar apabila duduk di dalam shalat meletakkan kedua tangannya di atas kedua lututnya dan memberi isyarat dengan jarinya, dan menjadikan pandangannya mengikuti jari tersebut, kemudian beliau berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Ini lebih keras bagi syetan dari pada besi, yaitu jari telunjuk.’” (HR. Ahmad, dan dihasankan Syeikh Al-Albany)

Dan dalam hadist yang lain:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ رَأَى رَجُلًا يُحَرِّكُ الْحَصَى بِيَدِهِ وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ لَهُ عَبْدُ اللَّهِ لَا تُحَرِّكْ الْحَصَى وَأَنْتَ فِي الصَّلَاةِ فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَلَكِنْ اصْنَعْ كَمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ قَالَ وَكَيْفَ كَانَ يَصْنَعُ قَالَ فَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَأَشَارَ بِأُصْبُعِهِ الَّتِي تَلِي الْإِبْهَامَ فِي الْقِبْلَةِ وَرَمَى بِبَصَرِهِ إِلَيْهَا أَوْ نَحْوِهَا ثُمَّ قَالَ هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ

Dari Abdullah bin Umar bahwasanya beliau melihat seorang laki-laki menggerakan kerikil ketika shalat, ketika dia selesai shalat maka Abdullah berkata: Jangan engkau menggerakkan kerikil sedangakan engkau shalat, karena itu dari syetan. Akan tetapi lakukan sebagaimana yang telah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan. Maka beliau meletakkan tangan kanannya di atas pahanya dan mengisyaratkan dengan jari di samping jempol (yaitu jari telunjuk) ke arah qiblat, kemudian memandangnya, seraya berkata: Demikianlah aku melihat Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan. (HR. An-Nasa’i dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)

Berkata Al-Mubarakfury:

ظَاهِرُ الْأَحَادِيثِ يَدُلُّ عَلَى الْإِشَارَةِ مِنْ اِبْتِدَاءِ الْجُلُوسِ

“Dhahir hadist-hadist menunjukkan bahwa isyarat dilakukan semenjak awal duduk” (Tuhfatul Ahwadzy 2/185, Darul Fikr).

Wallahu a’lam.
Ustadz Abdullah Roy, Lc.

Sumber: tanyajawabagamaislam.blogspot.com

via: http://www.konsultasisyariah.com/kapan-waktunya-menggerakkan-jari-telunjuk-ketika-tasyahud/