Saturday, September 28, 2013

#Empat Kaidah Utama Dalam Memahami Tauhid#

•>> Kaidah Pertama

Hendaknya kamu mengerti bahwa orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengakui Allah ta’ala sebagai pencipta dan pengatur segala urusan. Sedangkan pengakuan mereka ini tidaklah membuat mereka tergolong orang Islam. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala (yang artinya),“Katakanlah, Siapakah yang memberikan rezeki kepada kalian dari langit dan bumi. Atau siapakah yang kuasa menciptakan pendengaran dan penglihatan. Dan siapakah yang mampu mengeluarkan yang hidup dari yang mati serta mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Dan siapakah yang mengatur segala urusan, maka pasti mereka akan menjawab, ‘Allah’. Maka katakanlah, ‘Lantas mengapa kalian tidak mau bertakwa?’.” (QS. Yunus [10]: 31)

•>> Kaidah Kedua

Orang-orang musyrik tersebut mengatakan, “Kami tidaklah berdoa kepada mereka (sesembahan selain Allah, pen) dan bertawajjuh (menggantungkan harapan) kepada mereka melainkan hanya dalam rangka mencari kedekatan diri (di sisi Allah, pen) dan untuk mendapatkan syafa’at.”

Dalil yang menunjukkan bahwa mereka bertujuan mencari kedekatan diri adalah firman Allah ta’ala (yang artinya), “Dan orang-orang yang mengangkat selain-Nya sebagai penolong (sesembahan, pen) beralasan, ‘Kami tidaklah beribadah kepada mereka kecuali karena bermaksud agar mereka bisa mendekatkan diri kami kepada Allah sedekat-dekatnya.’ Sesungguhnya Allah pasti akan memberikan keputusan di antara mereka terhadap perkara yang mereka perselisihkan itu. Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang yang gemar berdusta dan suka berbuat kekafiran.” (QS. Az Zumar [39]: 3)

Adapun dalil yang menunjukkan bahwa mereka juga mengharapkan syafaat dengan kesyirikan yang mereka perbuat adalah firman Allah ta’ala (yang artinya), “Dan mereka beribadah kepada selain Allah; sesuatu yang sama sekali tidak mendatangkan bahaya untuk mereka dan tidak pula menguasai manfaat bagi mereka. Orang-orang itu beralasan, ‘Mereka adalah para pemberi syafa’at bagi kami di sisi Allah kelak.’.” (QS. Yunus [10]: 18)

Syafa’at ada dua macam, Syafa’at yang ditolak dan syafa’at yang ditetapkan.

•• Syafa’at yang ditolak adalah syafa’at yang diminta kepada selain Allah dalam urusan yang hanya dikuasai oleh Allah. Dalil tentang hal ini adalah firman Allahta’ala (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, belanjakanlah sebagian rezeki yang Kami berikan kepada kalian sebelum tiba suatu hari yang pada saat itu tidak ada lagi jual beli, persahabatan, dan syafa’at. Sedangkan orang-orang kafir, mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Baqarah [2]: 254)

•• Syafa’at yang ditetapkan adalah syafa’at yang diminta kepada Allah. Orang yang diperkenankan memberikan syafa’at berarti mendapatkan pemuliaan dari Allah dengan syafa’at tersebut. Adapun orang yang akan diberi syafa’at adalah orang yang ucapan dan perbuatannya diridhai Allah, dan hal itu akan terjadi setelah mendapatkan izin (dari Allah, pen). Hal ini sebagaimana difirmankan Allah ta’ala (yang artinya),“Lalu siapakah yang bisa memberikan syafa’at di sisi-Nya kecuali dengan izin-Nya?”. (QS. Al Baqarah [2]: 255)

•>> Kaidah Ketiga

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam muncul di tengah-tengah masyarakat yang memiliki peribadatan yang beraneka ragam. Di antara mereka ada yang beribadah kepada malaikat. Ada pula yang beribadah kepada para nabi dan orang-orang saleh. Ada juga di antara mereka yang beribadah kepada pohon dan batu. Dan ada pula yang beribadah kepada matahari dan bulan. Mereka semua sama-sama diperangi oleh Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa sedikitpun membeda-bedakan di antara mereka. Dalil tentang hal ini adalah firman Allah ta’ala (yang artinya), “Dan perangilah mereka semua hingga tidak ada lagi fitnah (syirik) dan agama (amal) semuanya hanya diperuntukkan kepada Allah.” (QS. Al Anfaal [8]: 39)

Dalil yang menunjukkan adanya peribadatan kepada matahari dan bulan adalah firman-Nya (yang artinya),“Di antara tanda-tanda kebesaran-Nya adalah malam dan siang, matahari dan bulan, maka janganlah kamu sujud kepada matahari ataupun bulan. Akan tetapi sujudlah kamu kepada Allah yang menciptakan itu semua, jika kamu benar-benar beribadah hanya kepada-Nya.” (QS. Fushshilat [41]: 37)

Dalil yang menunjukkan adanya peribadatan kepada para malaikat adalah firman Allah ta’ala (yang artinya),“Dan Allah tidak menyuruh kamu untuk mengangkat para malaikat dan nabi-nabi sebagai sesembahan.”(QS. Al ‘Imran [3]: 80)

Dalil yang menunjukkan adanya peribadatan kepada para nabi adalah firman-Nya yang artinya, “Ingatlah ketika Allah berfirman, ‘Wahai Isa putera Maryam, apakah kamu mengatakan kepada manusia: Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua sosok sesembahan selain Allah’? Maka Isa berkata, ‘Maha Suci Engkau ya Allah, tidak pantas bagiku untuk berucap sesuatu yang bukan menjadi hakku. Apabila aku mengucapkannya tentunya Engkau pasti mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada dalam diriku, dan aku sama sekali tidak mengetahui apa yang ada di dalam diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui hal-hal yang gaib.’.” (QS. Al Maa’idah [5]: 116)

Dalil yang menunjukkan adanya peribadatan kepada orang-orang salih adalah firman-Nya Yang Maha Tinggi (yang artinya), “Sosok-sosok yang mereka seru justru mencari wasilah kepada Rabb mereka; siapakah di antara mereka yang lebih dekat, dan mereka juga sangat mengharapkan curahan rahmat-Nya dan merasa takut dari azab-Nya.” (QS. Al Israa’ [17]: 57)

Dalil yang menunjukkan adanya peribadatan kepada pohon dan batu adalah firman-Nya Yang Maha Tinggi (yang artinya), “Kabarkanlah kepada-Ku tentang Latta, ‘Uzza, dan juga Manat yaitu sesembahan lain yang ketiga.” (QS. An Najm [53]: 19-20). Demikian juga ditunjukkan oleh hadits Abu Waqid Al Laitsiradhiyallahu’anhu. Beliau menuturkan, “Ketika kami berangkat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju Hunain. Ketika itu kami masih dalam keadaan baru keluar dari agama kekafiran. Orang-orang musyrik ketika itu memiliki sebatang pohon yang mereka jadikan sebagai tempat i’tikaf dan tempat khusus untuk menggantungkan senjata-senjata mereka. Pohon itu disebut Dzatu Anwath. Ketika itu, kami melewati pohon tersebut. Lalu kami berkata, ‘Wahai Rasulullah, buatkanlah untuk kami sebatang Dzatu Anwath seperti Dzatu Anwath yang mereka miliki.’.” (HR. Tirmidzi [2181], Ahmad dalam Musnadnya [5/218]. Tirmidzi mengatakan: hadits hasan sahih)

•>> Kaidah Keempat

Orang-orang musyrik pada masa kita justru lebih parah kesyirikannya daripada orang-orang musyrik zaman dahulu. Sebab orang-orang terdahulu hanya berbuat syirik di kala lapang dan beribadah (berdoa) dengan ikhlas di kala sempit. Adapun orang-orang musyrik di masa kita melakukan syirik secara terus menerus, baik ketika lapang ataupun ketika terjepit. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah firman Allah ta’ala (yang artinya), “Apabila mereka sudah naik di atas kapal (dan diterpa ombak yang hebat, pen) maka mereka pun menyeru (berdoa) kepada Allah dengan penuh ikhlas mempersembahkan amalnya. Namun setelah Allah selamatkan mereka ke daratan, tiba-tiba mereka kembali berbuat kesyirikan.” (QS. Al ‘Ankabuut [29]: 65)

***Penulis: Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab At Tamimi
Penerjemah: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
-------------------------

sumber:
http://muslim.or.id/aqidah/empat-kaidah-utama-dalam-memahami-tauhid.html

Monday, September 23, 2013

#Penyesalan yang sepatutnya dimiliki seorang MUSLIM#

1. Penyesalan dari PENINGGALAN KEWAJIBAN atau PENGERJAAN LARANGAN.

Bagaimana menghadirkan penyesalan tersebut?

Yaitu dengan MENGETAHUI dan MENYADARI, bahwa ketika kita meninggalkan kewajiban dan mengerjakan larangan, maka kita telah BERBUAT DOSA kepada Allaah. Kita berbuat dosa kepada Tuhan yang telah menciptakan kita, yang telah menghidupkan kita, yang memberi rizki serta memelihara kita sejak masih segumpal darah hingga saat ini, yang akan mematikan kita, dan yang akan memintai pertanggung jawaban atas segala perbuatan kita, dan akan membalasnya dengan seadil-adilnya.

Bukankah ketika kita melakukannya maka kita telah KUFUR terhadap NIKMAT yang telah Allaah berikan kepada kita? Bukankah ketika kita melakukannya, maka akan DICATATKAN DOSA atas hal tersebut? Yang kelak di hari kiamat akan dimintai pertanggung jawaban, dan dibalas?

Ini dari dua sisi umum!

Bagaimana lagi jika peninggalan kewajiban atau pengerjaan larangan tersebut adalah termauk DOSA BESAR?!

Bagaimana lagi jika peninggalan kewajiban atau pengerjaan larangan tersebut adalah termasuk KESYIRIKAN dan KEKUFURAN yang dapat mengeluarkan kita dari agamaNya?

Bagaimanakah kondisi kita, jika nyawa kita dicabut sedangkan dalam diri kita TIDAK ADA RASA PENYESALAN dari dosa itu? Dan bagaimanakah kondisi kita, jika nyawa kita dicabut sedangkan TIDAK ADA TAUBAT yang nampak dalam hati, lisan dan badan kita ? Dimana penyesalan itu? Dimana istighfar itu? Dimanakah taubat itu?

2. Penyesalan dari TERLUPUTnya dari perkara yang diwajibkan.

Yang dimaksud disini adalah MASIH MENGERJAKAN KEWAJIBAN, tapi terluput KARENA UDZUR syar’i, sehingga melaksanakannya BUKAN PADA WAKTUNYA.Seperti halnya shalat wajib. Seorang yang tertidur (dan benar-benar tertidur); dan baru terbangun diluar waktunya.

Jangan dulu berkata pada diri kita: “ah, aku punya udzur, dan aku akan tetap mendapatkan pahala sempurna”

Benar, engkau punya udzur; akan tetapi dimanakah PENYESALANmu ketika engkau tidak mengerjakannya pada waktunya?!

Adakah penyesalan yang nampak pada ucapanmu diatas?!

Bagaimana jika kita terluputkan dari janji yang sudah kita sepakati dengan orang yang kitaTAKUTI, orang yang kita SEGANI, orang yang kita sangat MENGHARAP sesuatu darinya, orang yang kita sangat CINTAI… Bagaimanakah perasaan kita? Bukankah ada penyesalan?!

Lantas dimana penyesalan itu terhadap SANG KHAALIQ (pencipta)? Sang pemberi rizki? Sang pemelihara segala sesuatu? Dzat Yang Maha Keras AdzabNya? Bukankah terhadap satu-satunya Dzat yang dapat kita gantungkan harapan, berikan cinta sepenuhnya dalam segala hal yang jauh lebih diatas maqamnya diatas makhluqNya!? Maka tentu seharusnya penyesalan terhadapNya LEBIH SANGAT BERLEBIH dibandingkan makhluqNya!

Ini juga engkau luput karena udzur syar’i. Bagaimana jika luput BUKAN karena udzur syar’i!? Maka tentu PENYESALANNYA HARUS JAUH LEBIH LEBIH LAGI!!! Maka Dimana penyesalan itu?!

3. Penyesalan TERGELINCIRNYA kedalam perkara yang dilarang.

Yang dimaksudkan adalah tidak sengaja, atau lupa, atau lalai… Sehingga jatuh kedalam perkara yang dilarang.

Benar, bahwa Allaah memaafkan ketidaksengajaan, kelupaan dan kelalaian…Tapi bagaimanakah ketika kita TELAH INGAT/SADAR?

Adakah kita SEGERA BERHENTI?

Kalaupun segera berhenti… Adakah PENYESALAN dalam hati karena telah lupa atau lalai?!

Dimanakah penyesalan itu? Padahal engkau TELAH MEMAKSIATI-Nya (meskipun tidak engkau sengajai atau karena lupa/lalai)

Apakah tetap saja akan berkata: “ah aku ini termasuk yang kena udzur, maka aku akan diampuni”… Maka cobalah engkau renungkan “Adakah penyesalan nampak dari kata-kata diatas?”

Bahkan bukankah FITHRAH manusia ketika ia terjatuh kedalam ketergelinciran, baik itu peninggalan kewajiban atau pengerjaan larangan (yang benar-benar tidak disengajai), ia akan serta merta berkata dengan lisannya: “astaghfirullaah” (aku memohon ampun kepada Allaah)?! Lihat! Padahal ia dalam kondisi UDZUR, tapi FITHRAH-nya membimbingnya untuk mengucap istighfar! Lantas dimanakah fithrah kita itu, jika istighfar tidak terasa dalam hati, tidak terucap dalam lisan dan tidak nampak dalam perbuatan; bahkan yang keluar dari lisan kita adalah ucapan diatas?!

4. Penyesalan karena MENINGGALKAN AMALAN NAAFILAH atau MENGERJAKAN AMALAN MAKRUUH

Ketika meninggalkan amalan naafilah, jangan dulu berkata; “kan nafilah aja, ditinggalkan nggak berdosa”

Tapi katakanlah : “tapi amalan naafilah adalah amalan yang mendatangkan KECINTAAAN ALLAAH, dan mendapatkan TAMBAHAN PAHALA dan keutamaan!”

Maka dimanakah penyesalan kita yang telah melewatkan kesempatan meraih cintaNya, kesempatan mendapatkan tambahan pahala dan keutamaan disisiNya?! Dan bagaimana lagi jika terdapat PAHALA YANG BESAR dibaliknya?! Adakah kita menginginkannya? Kalau kita menginginkannya (sebagaimana kita menginginkan tambahan dari gaji pokok kita, dan ketahuilah tambahan pahala dari pahala pokok, ini lebih baik dari dunia kita!!) maka tentulah kita akan MENYESAL karena TELAH MENINGGALKANnya!

Ketika mengerjakan perkara makruuh, jangan dulu berkata: “kan makruuh tidak berkonsekuensikan dosa”

Tapi katakanlah: “tapi makruh adalah hal yang DIBENCI ALLAAH”

Bagaimana kita hendak melakukan sesuatu yang dibenciNya? Bukankah kita mengakui mencintaiNya? Tentu konsekuensi dari kesempurnaan cinta yang benar adalah meninggalkan sesuatu yang dibenci Dzat yang kita cintai!

5. Penyesalan karena TERLUPUTnya dari amalan naafilah.

Terluput yaitu tidak sempat mengamalkan karena terhalangi udzur syar’i; yang biasanya rajin mengamalkannya.

Meski kita telah membiasakan diri untuk mengamalkan suatu amalan naafilah, maka bentuk kesempurnaan kita dari penjagaan tersebut adalah adanya penyesalan bagi kita, jika kita terlewatkan dari mengerjakan amalan yang biasa kita kerjakan tersebut…Benar, kita akan tetap dicatat pahalanya, karena kita berudzur. Tapi dimanakah penyesalan itu?

Kalau penyesalan itu tidak ada, tunggulah saatnya kita akan sengaja meninggalkannya, sehingga amalan tersebut pun tidak lagi kita amalkan kembali…

6. Penyesalan TERGELINCIRNYA pada perkara makruuh.

Meski kita telah menjaga diri dari makruuh; maka hendaknya ketika kita tergelincir dan jatuh kepada makruuh, maka MENIMBULKAN PENYESALAN.

Sebagaimana diatas, jika penyesalan itu tidak ada; maka akan menjadikan kita mudah utk mengerjakannya kembali, lagi dan lagi. Hingga akhirnya yang seharusnya “makruh” tapi malah berubah menjadi “kebiasaan”. Bagaimanakah kita hendak membiasakan diri dengan perkara yang DIBENCI ALLAAH?

Maka hendaknya kita MENYESAL, jika kita tergelincir pada perkara makruuh. Agar semoga kita terjaga dari ketergelinciran berikutnya dan terjaga dari menjadikannya sebagai kebiasaan.

7. Meninggalkan/terluputkan perkara yang bermanfaat karena melakukan hal yang melalaikan.

Tidak dapat tidak, dalam aktifitasnya (baik itu aktifitas hati atau lisan atau tubuh), maka pasti dihadapkan dengan dua kemungkinan: apakah aktifitas itu bermanfa’at ataukah perkara sia-sia!?Jikalaupun kita mengerjakannya secara bersamaan, maka tidak dapat tidak, pasti hati kita SIBUK dengan SALAH SATUnya! Ingat, Allaah tidak menciptakan dua hati dalam dada kita! Maka kemanakah hati kita disibukkan?!

Ingatlah bahwa yang disebut “bermanfaat” adalah hal-hal yang bisa diniatkan untuk aakhirat (diniatkan untuk ibadah). Dan yang disebutkan sia-sia/melalaikan adalah hal yang tidak sama sekali tidak ada nilai aakhiratnya, yang tidak dapat diniatkan untuk ibadah.Mandi, bisa dijadikan ibadah; dengan apa? Dengan niat. Kita mandi dalam rangka melaksanakan sunnah Rasuulullah, dalam rangka menjaga nikmat sehat, dalam rangka menjaga kebersihan, dll. Demikian pula pada hal-hal lain.Ketika kita tidak dapat menghadirkan niat ibadah dalam perkara-perkara seperti ini, atau bahkan terluput dari perkara bermanfaat, karena berbuat sesuatu yang sia-sia.

Maka semestinya ada PENYESALAN. Karena kita telah mengambil jatah waktu hidup kita dengan sesuatu yang HANYA MEMBERATKAN HISAB kita kelak dihari kiamat.

Ingatlah kata para ulama: “yang haram sudah pasti dicatatkan (dosa), adapun yang halal/mubah sudah pasti dimintai pertanggung jawaban”

Bukan masalahnya “boleh”, tapi masalahnya di hari hisab! Disana hari yang berat! Apakah kita hendak memenuhi catatan amal kita dengan hal yang tidak ada faidah akhiratnya? Bagaimanakah kita hendak memperbanyak sesuatu yang hanya menyusahkan dan memperberat kita dihari hisab, disaat kalangan lain sudah memasuki surga?! Inilah yang harus kita ingat untuk menimbulkan rasa menyesal tersebut!
--------------------

sumber:
http://abuzuhriy.com/penyesalan-yang-sepatutnya-dimiliki-seorang-muslim/

#Membaca Al Qur'an untuk Direnungkan dan Diamalkan#

Membaca Al Qur'an bukan sekedar dibaca. Namun yang terpenting adalah direnungkan dan diamalkan isi kandungannya. Banyak membaca dibanding dengan membaca Al Qur'an dengan penuh perenungan (tadabbur), tentu dengan penuh tadabbur itu lebih utama (afdhol).

Ibnul Qayyim rahimahullah saat menjelaskan perihal shalat malam dalam Zaadul Ma'ad membawakan bahasan berikut ini:

Para ulama berselisih pendapat manakah yang lebih utama, membaca Al Qur'an dengan tartil sehingga sedikit bacaan yang dihasilkan ataukah membaca Al Qur'an dengan cepat dan banyak yang dibaca. Ada dua pendapat dalam masalah ini.

Menurut Ibnu Mas'ud dan Ibnu 'Abbasradhiyallahu 'anhuma, juga selain keduanya, membaca Al Qur'an dengantartil dan penuh tadabbur(perenungan) itu lebih utama daripada membaca Al Qur'an dengan cepat meskipun dihasilkan banyak bacaan. Karena memang maksud membaca Al Qur'an adalah memahami dan merenungkan isinya, juga ditambah dengan bisa mengamalkan kandungannya. Sedangkan membaca dan menghafal Al Qur'an adalah jalan untuk bisa memahami maknanya.

Sebagian salaf mengatakan,

نزل القرآن ليعمل به فاتخذوا تلاوته عملا

"Al Qur'an itu diturunkan untuk diamalkan. Oleh karenanya, bacalah Al Qur'an untuk diamalkan."

Makanya, dari dulu yang namanya ahli Al Qur'an adalah yang paham dan mengamalkan isi Al Qur'an (bukan hanya sekedar baca atau bukan sekedar menghafal, -pen). Walaupun ahli Al Qur'an di sini tidaklah menghafalkan Al Qur'an. Adapun jika ada yang menghafalkan Al Qur'an namun tidak memahami dan juga tidak mengamalkan isinya, maka ia bukanlah ahli Al Qur'an walau dia piawai mengucapkan huruf-hurufnya.

Para ulama yang berpendapat pentingnya tadabbur dibanding banyak qiro'ah (baca) juga memberikan alasan lain bahwa iman tentu saja sebaik-baik amalan. Memahami Al Qur'an dan merenungkannya akan membuahkan iman. Adapun jika Al Qur'an cuma sekedar dibaca tanpa ada pemahaman dan perenungan (tadabbur), maka itu bisa pula dilakukan oleh orang fajir (ahli maksiat) dan munafik, di samping dilakukan oleh pelaku kebaikan dan orang beriman. Sebagaimana Nabishallallahu 'alaihi wa sallam berkata,

وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَالرَّيْحَانَةِ ، رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ

"Permisalan orang munafik yang membaca Al Qur'an adalah seperti buah rayhanah. Bau buah tersebut enak, namun rasanya pahit." (HR. Bukhari dan Muslim).

Demikian faedah dari Ibnul Qayyim dalam kitab beliau Zaadul Ma'ad (1: 327)
--------------

sumber:
http://www.rumaysho.com/belajar-islam/amalan/4541-membaca-al-qur-an-untuk-direnungkan-dan-diamalkan.html

Friday, September 20, 2013

Manfaat INGAT Mati

>> Mengingat kematian adalah termasuk ibadah tersendiri, dengan mengingatnya saja seseorang telah mendapatkan ganjaran karena inilah yang diperintahkan oleh suri tauladan kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

>> Mengingat kematian membantu kita dalam khusyu’ dalam shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Ingatlah kematian dalam shalatmu karena jika seseorang mengingat mati dalam shalatnya, maka ia akan memperbagus shalatnya. Shalatlah seperti shalat orang yang tidak menyangka bahwa ia masih punya kesempatan melakukan shalat yang lainnya. Hati-hatilah dengan perkara yang kelak malah engkau meminta udzur (meralatnya) (karena tidak bisa memenuhinya).” (HR. Ad Dailami dalam musnad Al Firdaus. Hadits ini hasan sebagaimana kata Syaikh Al Albani)

>> Mengingat kematian menjadikan seseorang semakin mempersiapkan diri untuk berjumpa dengan Allah. Karena barangsiapa mengetahui bahwa ia akan menjadi mayit kelak, ia pasti akan berjumpa dengan Allah. Jika tahu bahwa ia akan berjumpa Allah kelak padahal ia akan ditanya tentang amalnya didunia, maka ia pasti akan mempersiapkan jawaban.

>> Mengingat kematian akan membuat seseorang memperbaiki hidupnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perbanyaklah banyak mengingat pemutus kelezatan (yaitu kematian) karena jika seseorang mengingatnya saat kehidupannya sempit, maka ia akan merasa lapang dan jika seseorang mengingatnya saat kehiupannya lapang, maka ia tidak akan tertipu dengan dunia (sehingga lalai akan akhirat).” (HR. Ibnu Hibban dan Al Baihaqi, dinyatakan hasan oleh Syaikh Al Albani).

>> Mengingat kematian membuat kita tidak berlaku zholim. Allah Ta’ala berfirman, “Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan.” (QS. Al Muthoffifin: 4). Ayat ini dimaksudkan untuk orang-orang yang berlaku zholim dengan berbuat curang ketika menakar. Seandainya mereka tahu bahwa besok ada hari berbangkit dan akan dihisab satu per satu, tentu mereka tidak akan berbuat zholim seperti itu.

sumber: http://muslim.or.id/tazkiyatun-nufus/manfaat-ingat-mati.html

17 ALASAN ULAMA ISLAM MENGKAFIRKAN KAUM SYI'AH

Posted by : Radio Suara Qur'an FM 100 Mhz

Sejumlah tujuh belas doktrin Syi’ah yang selalu :
> mereka sembunyikan dari kaum muslimin
> sebagai bagian dari pengamalan doktrin taqiyah (menyembunyikan Syi’ahnya)

Ketujuh belas doktrin ini terdapat dalam kitab suci Syi’ah :

1● Dunia dengan seluruh isinya adalah milik para imam Syi’ah. Mereka akan memberikan dunia ini kepada siapa yang dikehendaki dan mencabutnya dari siapa yang dikehendaki (Ushulul Kaafi, hal.259, Al-Kulaini, cet. India).

Jelas Doktrin semacam ini bertentangan dengan firman Allah Subhanahu Wata’ala QS: Al-A’raf 7: 128 : “Sesungguhnya bumi adalah milik Allah, Dia dikaruniakan kepada siapa yang Dia kehendaki”

Kepercayaan Syi’ah diatas menunjukkan penyetaraan kekuasaan para imam Syi’ah dengan Allah dan doktrin ini merupakan AQIDAH SYRIK.

2● Ali bin Abi Thalib yang diklaim sebagai imam Syi’ah yang pertama dinyatakan sebagai dzat yang pertama dan terakhir, yang dhahir dan yang bathin sebagaimana termaktub dalam surat Al-Hadid, 57: 3 (Rijalul Kashi hal. 138).

Doktrin semacam ini jelas merupakan kekafiran Syi’ah yang berdusta atas nama Khalifah Ali bin Abi Thalib. Dengan doktrin semacam ini Syi’ah menempatkan Ali sebagai Tuhan. Dan hal ini sudah pasti merupakan tipu daya Syi’ah terhadap kaum muslimin dan kesucian aqidahnya.

3● Para imam Syi’ah merupakan wajah Allah, mata Allah dan tangan-tangan Allah yang membawa rahmat bagi para hamba Allah (Ushulul Kaafi, hal. 83).

4● Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib oleh Syi’ah dikatakan menjadi wakil Allah dalam menentukan surga dan neraka, memperoleh sesuatu yang tidak diperoleh oleh manusia sebelumnya, mengetahui yang baik dan yang buruk, mengetahui segala sesuatu secara rinci yang pernah terjadi dahulu maupun yang ghaib (Ushulul Kaafi, hal. 84).

5● Keinginan para imam Syi’ah adalah keinginan Allah juga (Ushulul Kaafi, hal. 278).

6● Para imam Syi’ah mengetahui kapan datang ajalnya dan mereka sendiri yang menentukan saat kematiannya karena bila imam tidak mengetahui hal-hal semacam itu maka ia tidak berhak menjadi imam (Ushulul Kaafi, hal. 158).

7● Para imam Syi’ah mengetahui apapun yang tersembunyi dan dapat mengetahui dan menjawab apa saja bila kita bertanya kepada mereka karena mereka mengetahui hal ghaib sebagaimana yang Allah ketahui (Ushulul Kaafi, hal. 193).

8● Allah itu bersifat bada’ yaitu baru mengetahui sesuatu bila sudah terjadi. Akan tetapi para imam Syi’ah telah mengetahui lebih dahulu hal yang belum terjadi (Ushulul Kaafi, hal. 40).

Menurut Al-Kulaini (ulama besar ahli hadits Syi’ah), Bahwa Allah tidak mengetahui bahwa Husein bin Ali akan mati terbunuh. Menurut mereka Tuhan pada mulanya tidak tahu karena itu Tuhan membuat ketetapan baru sesuai dengan kondisi yang ada. Akan tetapi imam Syi’ah telah mengetahui apa yang akan terjadi. Oleh sebab itu menurut doktrin Syi’ah Allah bersifat bada’ (Ushulul Kaafi, hal. 232).

9● Para imam Syi’ah merupakan gudang ilmu Allah dan juga penerjemah ilmu Allah. Para imam Syi’ah bersifat Ma’sum (Bersih dari kesalahan dan tidak pernah lupa apalagi berbuat Dosa). Allah menyuruh manusia untuk mentaati imam Syi’ah, tidak boleh mengingkarinya dan mereka menjadi hujjah (Argumentasi Kebenaran) Allah atas langit dan bumi (Ushulul Kaafi, hal. 165).

10● Para imam Syi’ah sama dengan Rasulullah Shallalahualaihi Wasallam (Ibid).

11● Yang dimaksud para imam Syi’ah adalah Ali bin Abi Thalib, Husein bin Ali, Ali bin Husein, Hassan bin Ali dan Muhammad bin Ali (Ushulul Kaafi, hal. 109)

12● Al-Qur’an yang ada sekarang telah berubah, dikurangi dan ditambah (Ushulul Kaafi, hal. 670). Salah satu contoh ayat Al-Qur’an yang dikurangi dari aslinya yaitu ayat Al-Qur’an An-Nisa’: 47, menurut versi Syi’ah berbunyi: “Ya ayyuhalladziina uutul kitaaba aaminuu bimaa nazzalnaa fie ‘Aliyyin nuuran mubiinan”. (Fashlul Khitab, hal. 180).

13● Menurut Syi’ah, Al-Qur’an yang dibawa Jibril kepada Nabi Muhammad ada 17 ribu ayat, namun yang tersisa sekarang hanya 6660 ayat (Ushulul Kaafi, hal. 671).

14● Menyatakan bahwa Abu Bakar, Umar, Utsman bin Affan, Muawiyah, Aisyah, Hafshah, Hindun, dan Ummul Hakam adalah makhluk yang paling jelek di muka bumi, mereka ini adalah musuh-musuh Allah. Siapa yang tidak memusuhi mereka, maka tidaklah sempurna imannya kepada Allah, Rasul-Nya dan imam-imam Syi’ah (Haqqul Yaqin, hal. 519 oleh Muhammad Baqir Al-Majlisi).

15● Menghalalkan nikah Mut’ah, bahkan menurut doktrin Syi’ah orang yang melakukan kawin mut’ah 4 kali derajatnya lebih tinggi dari Nabi Muhammad Shallalahualaihi Wasallam. (Tafsir Minhajush Shadiqin, hal. 356, oleh Mullah Fathullah Kassani).

16● Menghalalkan saling tukar-menukar budak perempuan untuk disetubuhi kepada sesama temannya. Kata mereka, imam Ja’far berkata kepada temannya: “Wahai Muhammad, kumpulilah budakku ini sesuka hatimu. Jika engkau sudah tidak suka kembalikan lagi kepadaku.” (Al-Istibshar III, hal. 136, oleh Abu Ja’far Muhammad Hasan At-Thusi).

17● Rasulullah Shallalahualaihi Wasallam dan para sahabat akan dibangkitkan sebelum hari kiamat. Imam Mahdi sebelum hari kiamat akan datang dan dia membongkar kuburan Abu Bakar dan Umar yang ada didekat kuburan Rasulullah. Setelah dihidupkan maka kedua orang ini akan disalib (Haqqul Yaqin, hal. 360, oleh Mullah Muhammad Baqir al-Majlisi).

Ketujuhbelas doktrin Syi’ah di atas, apakah bisa dianggap sebagai aqidah Islam sebagaimana dibawa oleh Rasulullah Shallalahualaihi Wasallam dan dipegang teguh oleh para Sahabat serta kaum Muslimin yang hidup sejak zaman Tabi’in hingga sekarang?

Adakah orang masih percaya bahwa Syi’ah itu bagian dari umat Islam?

Menurut Imam Malik dan Imam Ahmad, barangsiapa yang tidak MENGKAFIRKAN aqidah Syi’ah ini, maka dia termasuk Kafir.

Semua kitab tersebut diatas adalah :
> kitab-kitab induk atau rujukan pokok kaum Syi’ah
> yang posisinya seperti halnya kitab-kitab hadits Imam Bukhari, Muslim, Ahmad bin Hambal, Nasa’i, Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah bagi kaum Muslimin.

Oleh karena itu, upaya-upaya Syi’ah untuk menanamkan kesan bahwa Syi’ah adalah :
> bagian dari kaum Muslimin, 
> hanya berbeda dalam beberapa hal yang tidak prinsip,

►ADALAH DUSTA DAN HARUS DITOLAK TEGAS !!!.

Sumber: Risalah Mujahidin, edisi 9, th 1 Jumadil Ula 1428 / Juni 2007 ( http://www.***.com )

http://assunnahfm.com/2013/firqoh-sesat/17-alasan-ulama-islam-mengkafirkan-kaum-syiah-2/ 

*via Orcela Puspita...

#Potret Kejahatan Syi’ah dalam Sejarah#

Berangkat dari akidah yang rusak dan absurd, sekte Syi’ah kerap menebar kekejian dan kebiadaban kepada kaum muslimin. Sejarah mencatat lembaran demi lembaran kelam kejahatan mereka dan tidak ada seorang pun yang dapat mengingkarinya. Berikut adalah diantara sebagian ‘kecil’ catatan sejarah kejahatan mereka yang digoreskan oleh para ahli sejarah Islam. Mudah-mudahan kita dapat mengambil pelajaran dan berhati-hati, karena sejarah seringkali terulang.

Jatuhnya Kota Bagdad

Pada tahun 656 H, Hulagu Khan, Raja Tatar berhasil menguasai kota Baghdad yang saat itu menjadi pusat peradaban Islam di bawah kekuasaan Bani Abbasiyyah. Keberhasilan invansi Tatar ini tidak lepas dari peran dua orang Syi’ah. Yang pertama adalah seorang menteri pengkhianat khalifah Muktashim yang bernama Mu`yyiduddin Muhammad Ibnul Alqamy. Dan yang kedua adalah seorang ahli nujum Nashirudin Ath Thusi penasehat Hulagu.

Pada akhir kepemimpinan khalifah Mustanshir, jumlah pasukan Bani Abbasiyyah mencapai seratus ribu pasukan. Sepeninggal Mustanshir dan tampuk kepemimpinan dipegang oleh Muktashim, Ibnul Alqamy membuat usulan-usulan kepada khalifah untuk mengurangi jumlah pasukan dengan alasan untuk menghemat biaya. Hal itu pun diikuti oleh khalifah. Padahal itu merupakan taktik untuk melemahkan kekuatan pasukan. Hingga akhirnya jumlah pasukan hanya sepuluh ribu saja.

Pada saat yang sama, Ibnul Alqami menjalin hubungan gelap dengan Hulagu. Ia sering menulis surat kepada Hulagu dan memberinya motivasi untuk mengusai Baghdad serta berjanji akan membantunya sambil menggambarkan kondisi pertahanan Bagdad ketika itu yang semakin melemah. Itu semua ia lakukan demi memberantas sunnah, menampakkan bid’ah rafidhah dan mengganti kekuasaan dari Bani Abbasiyyah kepada Alawiyyah.

Pasukan Hulagu pun kemudian bergerak menuju Bagdad. Pasukan Khalifah baru menyadari bahwa Tatar telah bergerak masuk. Upaya penghadangan Tatar yang dilakukan oleh khalifah gagal hingga akhirnya Tatar berhasil menguasai sebagian wilayah Bagdad. Dalam kondisi itu, Ibnul Alqami mendatangi Hulagu dan membuat perencanaan dengannya kemudian kembali kepada khalifah Muktashim dan mengusulkan kepadanya untuk melakukan perdamaian seraya berkata bahwa Hulagu akan tetap memberinya kekuasaan sebagaimana yang Hulagu lakukan terhadap penguasa Romawi. Ia pun berkeinginan menikahkan putrinya dengan anak laki-laki kahlifah yang bernama Abu Bakar. Ia terus mengusulkan agar penawaran itu disetujui oleh khalifah. Maka khalifah pun berangkat dengan membawa para pembesar pemerintahannya dalam jumlah yang sangat banyak (dikatakan sekitar 1200 orang)

Khalifah menempatkan rombongannya di sebuah tenda. Lalu menteri Ibnul Alqami mengundang para ahli fikih dan tokoh untuk menyaksiakan akad pernikahan. Maka berkumpulah para tokoh dan guru Bagdad yang diantaranya adalah Muhyiddin Ibnul Jauzi beserta anak-anaknya untuk mendatangi Hulagu. Sesampainya di tempat Tatar, pasukan Tatar malah membunuhi mereka semua. Begitulah setiap kelompok dari rombongan khalifah datang dan dibantai habis semuanya. Tidak cukup sampai disitu, pembantaian berlanjut kepada seluruh penduduk Bagdad. Tidak ada yang tersisa dari penduduk kota Bagdad kecuali yang bersembunyi. Hulagu juga membunuh khalifah dengan cara mencekiknya atas nasehat Ibnul Alqami.

Pembantaian Tatar terhadap penduduk Bagdad berlangsung selama empat puluh hari. Satu juta korban lebih tewas dalam pambantaian ini. Kota Bagdad hancur berdarah-darah, rumah-rumah porak-poranda, buku-buku peninggalan para ulama dibakar habis dan Bagdad pun jatuh kepada penguasa kafir Hulagu Khan.

Selain peran Ibnul Alqami, peristiwa ini juga tidak lepas dari peran seorang Syi’ah lainnya bernama Nashirudin At Thushi, penasehat Hulagu yang dari jauh-jauh hari telah mempengaruhi Hulagu untuk menguasai kota Bagdad. [Lihat Al Bidayah wa Al Nihayah, vol. 13, hal. 192, 234 – 237, Al-Nujuum Al Zaahirah fii Muluuk Mishr wa Al Qahirah, vol. 2, hal. 259 – 260]

Konspirasi Syi’ah Ubaidiyyah dan Pasukan Salib

Ketika kerajaan Islam Saljuqi sedang dalam pengintaian pasukan salib, orang-orang Syi’ah Ubaidiyyah yang menamakan diri mereka sebagai Fathimiyyah memanfaatkan keadaan. Ketika pasukan salib sedang mengepung Antakia, mereka mengirim utusan kepada pasukan salib untuk melakukan kerjasama dalam memerangi kerajaan Islam Saljuqi serta membuat perjanjian untuk membagi wilayah selatan (syiria) untuk pasukan salib dan wilayah utara (palestina) untuk mereka. Pasukan salib pun menyambut tawaran itu.

Maka, terjadilah pertempuran antara pasukan salib dan pasukan Saljuqi. Saat terjadi peperangan antara pasukan Saljuqi dengan pasukan salib, orang-orang Syi’ah Ubaidiyyah sibuk untuk memperluas kekuasaan mereka di Pelestina yang saat itu berada di bawah kekuasaan Saljuqi.

Akan tetapi kemudian pasukan salib mengkhianati perjanjian mereka dan merangsek masuk ke wilayah Palestina pada musim semi tahun 492 H dengan kekuatan seribu pasukan berkuda dan lima ribu invanteri saja. Pasukan Ubaidiyyah melawan mereka namun demi tanah dan diri mereka saja, bukan untukjihad. Hingga satu per satu dari daerah Palestina jatuh ke tangan pasukan salib dan mereka pun membantai kaum muslimin. Mereka membunuhnya di depan Masjid Al Aqsha. Lebih dari tujuh puluh ribu orang tewas dalam peristiwa berdarah itu, termasuk para ulama. [Lihat Tarikh Islam, Mahmud Syakir, vol. 6, hal. 256-257, Tarikh Al Fathimiyyin, hal. 437]

Syi’ah Qaramithah

Al Hafidz Ibnu Katsir dalam (Al Bidayah wa Al Nihayah, vol. 11, hal. 149) menceritakan, di antara peristiwa pada tahun 312 H bulan Muharram, Abu Thahir Al Husain bin Abu Sa’id Al Janabi –semoga Allah melaknatnya- menyerang para jemaah haji yang tengah dalam perjalanan pulang dari baitullah dan telah menunaikan kewajiban haji. Mereka merampok dan membunuh mereka. Korban pun berjatuhan dengan jumlah yang sangat banyak –hanya Allah yang mengetahuinya. Mereka juga menawan para wanita dan anak-anak mereka sekehendaknya dan merampas harta mereka yang mereka inginkan.

Ibnu Katsir juga menceritakan pada tahun 317 H, orang-orang Syi’ah Qaramithah telah mencuri hajar aswad dari baitullah. Dalam tahun itu, rombongan dari Iraq yang dipimpin orang Manshur Ad Daimamy datang ke Makkah dengan damai. Kemudian pada hari tarwiyah, orang-orang Qaramithah menyerang mereka, merampas harta dan membantainya di masjidil haram, di depan Kabah. Para jemaah haji berhamburan. Diantara mereka ada yang berpegangan dengan kain penutup Kabah. Akan tetapi itu tidak bermanfaat bagi mereka. Orang-orang Qaramithah terus membunuhi orang-orang. Setelah selesai, orang-orang Qaramithah membuang para korban di sumur zamzam dan tempat-tempat di masjidil haram.

Qubbah zamzam dihancurkan, pintu kabah dicopot dan kiswahnya dilepaskan kemudian dirobek-robek. Mereka pun mengambil hajar aswad dan membawanya pergi ke negara mereka. Selama dua puluh dua tahun hajar aswad beserta mereka hingga akhirnya mereka kembalikan pada tahun 339 H.

Daulah Shafawiyyah (Cikal Bakal Syi’ah di Iran)

Dahulu, hampir sembilan pulun persen penduduk Iran menganut akidah ahli sunnah bermadzhab Syafi’i. Hingga pada abad ke sepuluh hijriyah tegaklah daulah Shafawiyyah dibawah kepamimpinan Isma’il Ash-Shafawi. Ia pun kemudian mengumumkan bahwa ideologi negera adalah Syi’ah Imamiyyah Itsna Asyriyyah, serta memaksa para warga untuk juga menganutnya.

Ia sangat terkenal sebagai pemimpin yang bengis dan kejam. Ia membunuh para ulama kaum muslimin beserta orang-orang awamnya. Sejarah mencatat, ia telah membunuh sekitar satu juta muslim sunni, merampas harta, menodai kehormatan, memperbudakwanita mereka dan memaksa para khatib ahli sunnah untuk mencela para khalifah rasyidin yang tiga (Abu Bakar, Umar dan Ustman –semoga Allah meridhai mereka) serta untuk mengkultuskan para imam dua belas.

Tidak hanya itu, ia juga memerintahkan untuk membongkar kuburan ulama kaum muslimin dari kalangan ahli sunnah dan membakar tulang belulangnya.

Daulah Shafawiyyah berhasil memperluas kekuasaannya hingga semua penjuru daerah Iran dan wilayah yang ada di dekatnya. Ismail Shafawi berhasil menaklukkan daulah Turkimaniyyah berakidah ahli sunnah di Iran, kemudian Faris, Kirman dan Arbastan serta yang lainnya. Dan setiap peristiwa penaklukan itu, ia membunuh puluhan ribu ahli sunnah. Hingga ia pun berhasil menyerang Bagdad dan menguasainya. Ia pun melakukan perbuatan kejinya kepada ahli sunnahdisana. [dinukil dari Tuhfatul Azhar wa Zallaatu al Anhar, Ibnu Syaqdim As-Syi’i via al Masyru’ al Irani al Shafawi al Farisi, hal. 20 -21]

Wallahu ‘alam wa Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Penulis: Ustadz Abu Khalid Resa Gunarsa, Lc (Alumni Universitas Al Azhar Mesir, Da’i di Islamic Center Bathah Riyadh KSA)

Artikel Muslim.Or.Id

#SEJARAH HAJAR ASWAD DICURI#

Kota Mekah, dengan kemuliaan yang disandangnya, ia memiliki hukum-hukum yang telah ditetapkan syariat, sebagai bukti yang menunjukkan kemuliaannya. Siapapun dilarang melakukan perbuatan maksiat. Meski larangan ini telah jelas, ternyata dalam perjalanan sejarah kaum Muslimin, khususnya kota Mekah dan Ka’bah, pernah terjadi pelanggaran yang sangat memilukan dan menodai Ka’bah secara khusus, yaitu terjadinya penjarahan Hajar Aswad.

Hajar Aswad merupakan batu termulia. Dia berasal dari Jannah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hajar Aswad turun dari surga, dalam kondisi berwarna lebih putih dari air susu. Kemudian, dosa-dosa anak Adam-lah yang membuatnya sampai berwarna hitam.” [Hadits shahih riwayat at Tirmidzi. Dishahihkan oleh al Albani. Lihat Shahih Sunan at Tirmidzi, no. 877].

Tentang keutamaannya yang lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya batu ini akan punya lisan dan dua bibir akan bersaksi bagi orang yang menyentuhnya di hari Kiamat dengan cara yang benar.” [HR al Hakim dan Ibnu Hibban, dan dishahihkan al Albani. Lihat Shahihul-Jami', no. 2184.].

Dari Ibnu ‘Umar, saya mendengar Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya mengusap keduanya (Hajar Aswad dan Rukun Yamani) akan menghapus dosa.”[ Hadits shahih riwayat an Nasaa-i. Dishahihkan oleh al Albani. Lihat Shahih Sunan an Nasaa-i, no. 2919].

Hajar Aswad, dahulu berbentuk satu bongkahan. Namun setelah terjadinya penjarahan yang terjadi pada tahun 317H, pada masa pemerintahan al Qahir Billah Muhammad bin al Mu’tadhid dengan cara mencongkel dari tempatnya, Hajar Aswad kini menjadi delapan bongkahan kecil. Batu yang berwarna hitam ini berada di sisi selatan Ka’bah.

Adalah Abu Thahir, Sulaiman bin Abu Said al Husain al Janabi, tokoh golongan Qaramithah pada masanya, telah menggegerkan dunia Islam dengan melakukan kerusakan dan peperangan terhadap kaum Muslimin. Kota yang suci, Mekah dan Masjidil Haram tidak luput dari kejahatannya. Dia dan pengikutnya melakukan pembunuhan, perampokan dan merusak rumah-rumah. Bila terdengar namanya, orang-orang akan berusaha lari untuk menyelamatkan diri [Al Bidayah wan Nihayah, 11/187].

Kisahnya, pada musim haji tahun 317H tersebut, rombongan haji dari Irak pimpinan Manshur ad Dailami bertolak menuju Mekah dan sampai dalam keadaan selamat. Namun, tiba-tiba pada hari Tarwiyah (tanggal 8 Dzul Hijjah), orang-orang Qaramithah (salah satu sekte Syiah Isma’iliyah) melakukan huru-hara di tanah Haram. Mereka merampok harta-harta jamaah haji dan menghalalkan untuk memeranginya. Banyak jamaah haji yang menjadi korban, bahkan, meskipun berada di dekat Ka’bah.

Sementara itu, pimpinan orang-orang Qaramithah ini, yaitu Abu Thahir –semoga mendapatkan balasan yang sepadan dari Allah– berdiri di pintu Ka’bah dengan pengawalan, menyaksikan pedang-pedang pengikutnya merajalela, menyudahi nyawa-nyawa manusia. Dengan congkaknya ia berkata : “Saya adalah Allah. Saya bersama Allah. Sayalah yang menciptakan makhluk-makhluk. Dan sayalah yang akan membinasakan mereka”.

Massa berlarian menyelamatkan diri. Sebagian berpegangan dengan kelambu Ka’bah. Namun, mereka tetap menjadi korban, pedang-pedang kaum Syi’ah Qaramithah ini menebasnya. Begitu juga, orang-orang yang sedang thawaf, tidak luput dari pedang-pedang mereka, termasuk di dalamnya sebagian ahli hadits.

Usai menuntaskan kejahatannya yang tidak terkira terhadap para jamaah haji, Abu Thahir memerintahkan pasukan untuk mengubur jasad-jasad korban keganasannya tersebut ke dalam sumur Zam Zam. Sebagian lainnya, di kubur di tanah Haram dan di lokasi Masjidil Haram.

Kubah sumur Zam Zam ia hancurkan. Dia juga memerintahkan agar pintu Ka’bah dicopot dan melepas kiswahnya. Selanjutnya, ia merobek-robeknya di hadapan para pengikutnya. Dia meminta kepada salah seorang pengikutnya untuk naik ke atas Ka’bah dan mencabut talang Ka’bah. Namun tiba-tiba, orang tersebut terjatuh dan mati seketika. Abu Thahir pun mengurungkan niatnya untuk mengambil talang Ka’bah. Kemudian, ia memerintahkan untuk mencongkel Hajar Aswad dari tempatnya. Seorang lelaki memukul dan mencongkelnya.

Dengan nada menantang, Abu Thahir sesumbar : “Mana burung-burung Ababil? Mana bebatuan dari Neraka Sijjil?”

Peristiwa penjarahan Hajar Aswad ini, membuat Amir Mekah dan keluarganya dengan didukung sejumlah pasukan mengejar mereka. Amir Mekah berusaha membujuk Abu Thahir agar mau mengembalikan Hajar aswad ke tempat semula. Seluruh harta yang dimiliki Sang Amir telah ia tawarkan untuk menebus Hajar Aswad itu. Namun Abu Thahir tidak bergeming. Bahkan Sang Amir, anggota keluarga dan pasukannya menjadi korban berikutnya. Abu Thahir pun melenggang menuju daerahnya dengan membawa Hajar Aswad dan harta-harta rampasan dari jamaah haji. Batu dari Jannah ini, ia bawa pulang ke daerahnya, yaitu Hajr (Ahsa), dan berada di sana selama 22 tahun.

Menurut Ibnu Katsir, golongan Qaramithah membabi buta semacam itu, karena mereka sebenarnya kuffar zanadiqah. Mereka berafiliasi kepada regim Fathimiyyun yang telah menancapkan hegemoninya pada tahun-tahun itu di wilayah Afrika. Pemimpin mereka bergelar al Mahdi, yaitu Abu Muhammad ‘Ubaidillah bin Maimun al Qadah. Sebelumnya ia seorang Yahudi, yang berprofesi sebagai tukang emas. Lantas, mengaku telah masuk Islam, dan mengklaim berasal dari kalangan syarif (keturunan Nabi Muhammad). Banyak orang dari suku Barbar yang mempercayainya. Hingga pada akhirnya, ia dapat memegang kekuasan sebagai kepala negara di wilayah tersebut. Orang-orang Qaramtihah menjalin hubungan baik dengannya. Mereka (Qaramithah) akhirnya menjadi semakin kuat dan terkenal.

Perbuatan Abu Thahir al Qurmuthi, orang yang memerintahkan penjarahan Hajar Aswad ini, oleh Ibnu Katsir dikatakan : “Dia telah melakukan ilhad (kekufuran) di Masjidil Haram, yang tidak pernah dilakukan oleh orang sebelumnya dan orang sesudahnya”. [Al Bidayah wan Nihayah, 11/191. Ibnu Katsir mengisahkan peristiwa ini di halaman 190-192].

Setelah masa 22 tahun Hajar Aswad dalam penguasaan Abu Thahir, ia kemudian dikembalikan. Tetapnya pada tahun 339H.

Pada saat mengungkapkan kejadian tahun 339 H, Ibnu Katsir menyebutnya sebagai tahun berkah, lantaran pada bulan Dzul Hijjah tahun tersebut, Hajar Aswad dikembalikan ke tempat semula. Peristiwa kembalinya Hajar Aswad sangat menggembirakan segenap kaum Muslimin.

Pasalnya, berbagai usaha dan upaya untuk mengembalikannya sudah dilakukan. Amir Bajkam at Turki pernah menawarkan 50 ribu Dinar sebagai tebusan Hajar Aswad. Tetapi, tawaran ini tidak meluluhkan hati Abu Thahir, pimpinan Qaramithah saat itu.Kaum Qaramithah ini berkilah: “Kami mengambil batu ini berdasarkan perintah, dan akan mengembalikannya berdasarkan perintah orang yang bersangkutan”.

Pada tahun 339 H, sebelum mengembalikan ke Mekah, orang-orang Qaramithah mengusung Hajar Aswad ke Kufah, dan menggantungkannya pada tujuh tiang Masjid Kufah. Agar, orang-orang dapat menyaksikannya. Lalu, saudara Abu Thahir menulis ketetapan : “Kami dahulu mengambilnya dengan sebuah perintah. Dan sekarang kami mengembalikannya dengan perintah juga, agar pelaksanaan manasik haji umat menjadi lancar”.

Akhirnya, Hajar Aswad dikirim ke Mekah di atas satu tunggangan tanpa ada halangan. Dan sampai di Mekah pada bulan Dzul Qa’dah tahun 339H [Al Bidayah wan Nihayah, 11/265].

Dikisahkan oleh sebagian orang, bahwa pada saat penjarahan Hajar Aswad, orang-orang Qaramithah terpaksa mengangkut Hajar Aswad di atas beberapa onta. Punuk-punuk onta sampai terluka dan mengeluarkan nanah. Tetapi, saat dikembalikan hanya membutuhkan satu tunggangan saja, tanpa terjadi hal-hal aneh dalam perjalanan. (Mas)

Sumber :
- Shahih Bukhari, al Imam al Bukhari, Darul Arqam, Beirut, tanpa tahun.
- Shahih Muslim, Syarhun-Nawawi, Darul Ma’rifah, Beirut, Cet. VI, Th. 1420 H.
- Ihkamil-Ahkam Syarhu ‘Umdatil-Ahkam, Ibnu Daqiqil ‘Id, tahqiq Hasan Ahmad Dar Ibni Hazm Cet. I, Th. 1423 H.
- Al Bidayah wan-Nihayah, al Imam Imaduddin Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir, Darul Ma’rifah, Cet. VI, Th. 1422 H.
- Wamdhul-‘Aqiq min Makkata wal-Baitil ‘Aqiq, Muhammad ‘Ali Barnawi, Mekah Mukaramah, Cet. I. Th. 1425 H.
- Shahih Sunan at-Tirmidzi, Muhammad Nashiruddin al Albani, Maktabah al Ma’arif.
- Shahih Sunan an-Nasai, Muhammad Nashiruddin al Albani Maktabah al Ma’arif.
- Shahihul-Jami’ wa Ziyadatuhu, Muhammad Nashiruddin al Albani, Maktab Islami, Cet. III, Th. 1408.
- Taisiril Karimir-Rahman, Abdur Rahman as Sa’di, Muassasah Risalah, Cet. I, Th. 1423H.
- Al Jami’ li Ahkamil-Qur`an, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al Qurthubi, tahqiq Abdur Razaq al Mahdi, Darul Kitabil-‘Arabi, Cet. II, Th. 1420 H.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun X/1427H/2006. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
---------------

sumber:
http://kisahmuslim.com/sejarah-hajar-aswad-dicuri/

Tuesday, September 3, 2013

REVOLUSI SURIA DAN TANDA-TANDA AKHIR ZAMAN

[Mengapa Kita Harus Peduli Suria]

Jika kita renungkan hadits-hadits Rasulullah tentang tanda-tanda akhir zaman, maka kita akan yakin bahwa revolusi Suria saat ini adalah salah satu tandanya. Banyak saudara kita sesama muslim yang tidak begitu peduli dengan tragedy Suria, bahkan ada pula yang mencibir kita karena peduli dengan Suria, dan meminta kita agar mengurus negara sendiri. Tunggu dulu saudaraku, marilah kita hayati hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, baru kemudian kita tentukan sikap masing-masing.

KEUTAMAAN SYAAM

Bumi Syam mencakup Suria, Libanon, Yordania, dan pusatnya adalah Pelastina, Al-Quds.

Selain ayat pertama dari Surat al-Isra', banyak hadits-hadits Rasulullah yang menjelaskan fadhilah/keutamaan Syam.

1. Penduduk Syam senantiasa berada di atas al-haqq yang dominan hingga datang Kiamat.

“Sebagian umatku ada yang selalu melaksanakan perintah Allah, tak terpengaruh orang yang menggembosi dan tidak pula orang yang berseberangan hingga datang keputusan Allah, dan mereka senantiasa dalam keadaan demikian. Mu’adz berkata: dan mereka ada di Syam.“ (HR.Bukhari)

“Jika penduduk Syam rusak agamanya maka tak tersisa kebaikan di tengah kalian. Akan selalu ada satu kelompok dari umatku yang dimenangkan oleh Allah, tak terpengaruh orang yang menggembosi dan tidak pula orang yang berseberangan hingga datang hari Kiamat

2. Doa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam meminta barokah untuk negeri Syam, dan harapan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam agar penduduknya dihindarkan dari keburukan dan musibah.Ya Allah, berilah kami barakah pada negeri Syam, ya Allah berilah kami barakah pada negeri Yaman. Para sahabat bertanya: termasuk Nejed ? Rasulullah berdoa: Ya Allah berilah kami barakah pada negeri Syam, ya Allah berilah kami barakah pada negeri Yaman. Para sahabat masih bertanya: termasuk Nejed ? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: Di sana (nejed) terjadi gempa dan huru-hara, dan di sana muncul dua tanduk syetan. (HR. Bukhari)

Catatan: yang dimaksud dengan Nejed dalam hadits ini adalah Iraq.

3. Penduduk Syam diuji oleh Allah dengan penyakit tho’un (wabah pes) agar mendapat syahadah dan rohmat.

“Jibril datang kepadaku dengan membawa demam dan pes, aku menahan demam di Madinah dan aku lepaskan pes untuk negeri Syam, karena meninggal karena pes merupakan mati syahid bagi umatku, rahmat bagi mereka, sekaligus kehinaan bagi kaum kafir.” (HR. Imam Ahmad)

4. Negeri Syam dinaungi sayap malaikat rahmat

“Beruntunglah negeri Syam. Sahabat bertanya: mengapa ? Jawab Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: Malaikat rahmat membentangkan sayapnya di atas negeri Syam.” (HR. Imam Ahmad)

5. Syam adalah negeri iman dan Islam saat terjadi huru-hara dan peperangan dahsyat.“Aku bermimpi melihat tiang kitab (Islam) ditarik dari bawah bantalku, aku ikuti pandanganku, ternyata ia adalah cahaya sangat terang hingga aku mengira akan mencabut penglihatanku, lalu diarahkan tiang cahaya itu ke Syam, dan aku lihat bahwa bila fitnah (konflik) terjadi maka iman terletak di negeri Syam.”

6. Syam merupakan pusat negeri Islam di akhir zaman

“Salamah bin Nufail berkata: aku datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata: aku bosan merawat kuda perang, aku meletakkan senjataku dan perang telah ditinggalkan para pengusungnya, tak ada lagi perang. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: Sekarang telah tiba saat berperang, akan selalu ada satu kelompok di tengah umatku yang unggul melawan musuh-musuhnya, Allah sesatkan hati-hati banyak kalangan untuk kemudian kelompok tersebut memerangi mereka, dan Allah akan memberi rizki dari mereka (berupa ghanimah) hingga datang keputusan Allah (Kiamat) dan mereka akan selalu demikian adanya. Ketahuilah, pusat negeri Islam adalah Syam. Kuda perang terpasang tali kekang di kepalanya (siap perang), dan itu membawa kebaikan hingga datangnya Kiamat.” (HR. Imam Ahmad)

7. Syam merupakan benteng umat Islam saat terjadinya malhamah kubro (perang dahsyat akhir zaman)

“Auf bin Malik al-Asyja’iy berkata: Aku menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu aku ucapkan salam. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: Auf ? Aku: Ya, benar. Nabi: Masuklah. Aku: Semua atau aku sendiri? Nabi: Masuklah semua. Nabi: Wahai Auf, hitung ada enam tanda Kiamat. Pertama, kematianku. Aku: Kalimat Nabi ini membuatku menangis sehingga Nabi membujukku untuk diam. Aku lalu menghitung: satu. Nabi: Penaklukan Baitul Maqdis. Aku: Dua. Nabi: Kematian yang akan merenggut umatku dengan cepat seperti wabah kematian kambing. Aku: Tiga. Nabi: Konflik dahsyat yang menimpa umatku. Aku: Empat. Nabi: Harta membumbung tinggi nilainya hingga seseorang diberi 100 dinar masih belum puas. Aku: Lima. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: Terjadi gencatan senjata antara kalian dengan Bani Ashfar (bangsa pirang), lalu mereka mendukung kalian dengan 80 tujuan. Aku: Apa maksud tujuan? Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: Maksudnya panji. Pada tiap panji terdisi dari 12.000 prajurit. Benteng umat Islam saat itu di wilayah yang disebut Ghouthoh, daerah sekitar kota Damaskus.” (HR. Imam Ahmad)

Catatan: Daerah bernama Ghauthah masih ada hingga kini, tak berobah namanya, dan letaknya memang dekat Damaskus.

8. Pasukan terbaik akhir zaman ada di Syam dan Allah menjamin kemenangan mereka.

“Pada akhirnya umat Islam akan menjadi pasukan perang: satu pasukan di Syam, satu pasukan di Yaman, dan satu pasukan lagi di Iraq. Ibnu Hawalah bertanya: Wahai Rasulullah, pilihkan untukku jika aku mengalaminya. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: Hendaklah kalian memilih Syam, karena ia adalah negeri pilihan Allah, yang Allah kumpulkan di sana hamba-hamba pilihan-Nya, jika tak bisa hendaklah kalian memilih Yaman dan berilah minum (hewan kalian) dari kolam-kolam (di lembahnya), karena Allah menjamin untukku negeri Syam dan penduduknya.”(HR. Imam Ahmad)

9. Kematian Dajjal terjadi di Syam

“Al-Masih Dajjal akan datang dari arah timur, ia menuju Madinah, hingga berada di balik Uhud, ia disambut oleh malaikat, maka malaikat membelokkan arahnya ke Syam, di sana ia dibinasakan, di sana dibinasakan.” (HR. Imam Ahmad)

“Dajjal akan keluar di tengah Yahudi Asfahan hingga mencapai Madinah, ia singgah di perbatasannya, saat itu Madinah memiliki 7 pintu pada tiap pintu dijaga oleh 2 malaikat, maka penduduk Madinah yang jahat bergabung dengan Dajjal, hingga bila mereka mencapai pintu Ludd, Isa as turun lalu membunuhnya, dan sesudah itu Isa as hidup di dunia 40 tahun sebagai pemimpin yang adil dan hakim yang bijak.” (HR. Imam Ahmad)

Catatan:Inilah fitnah terbesar yang datang dari Timur. Dalam hadits ini dengan jelas disebutkan fitnah terbesar adalah Dajjal, dan ia datang dari arah Timur, yakni Ishfahan. Dari sini ia bergerak ke seluruh penjuru dunia, melewati Irak, lalu menuju ke Haramain; Makkah-dan Madinah dari arah Najd. Namun Allah menjaga tanah al-Haramain, dan Dajjal tidak bisa memasukinya.

Hadits ini juga membantah klaim Syi'ah bahwa fitnah yang dimaksud adalah wahhabi yang berasal dari Najd-Riyadh. Sebab di zaman Nabi dan sahabat, yang dikenal dengan Najd(dataran tinggi) adalah Irak dan sekitarnya. Wallahu A'lam

10. Syam adalah negeri titik temu dan titik tolak

“Kalian akan dikumpulkan di sana – tangannya menunjuk ke Syam – jalan kaki atau naik kendaraan maupun berjalan terbalik (kepala di bawah) … “(HR. Imam Ahmad)

“Maimunah bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: Wahai Nabi Allah, jelaskan kepada kami tentang Baitul Maqdis. Maka Nabi menjawab: Dia adalah negeri titik bertolak dan titik berkumpul, datanglah ke sana dan sholatlah di sana, karena sholat di sana bernilai 1000 kali sholat di tempat lain.” (HR. Ahmad)

Kita yakin dengan sepenuh hati, berita yang disampaikan Rasulullah benar adanya, karena ia adalah wahyu dari Allah.

Masing-masing kita tinggal memikirkan; Apa peran saya untuk agama ini? Apa bukti solidaritas saya untuk kaum muslimin dan mujahidin Syam?

sumber:
http://forum-unand.blogspot.com/2013/09/revolusi-suria-dan-tanda-tanda-akhir.html?m=1